Privilese: Bukan Hanya Dinikmati, tapi Juga Dibagi

Memaknai Maksud dari Resiliensi

Sudah lebih dari 4 tahun, Muhammad Nur Setia Budi telah menyelesaikan dunia perkuliahan. Datang dari XLFL Batch 4, Budi biasanya Ia dipanggil, kembali duduk bersama tim Newsletter XLFL untuk berbagi pikiran reflektifnya mengenai perubahan rutinitas yang terjadi akibat pandemi, dan bagaimana perubahan tersebut mendorong diri dan banyak orang-orang sekitarnya untuk memaknai diri menjadi manusia yang tahan banting.

Sedikit berkilas balik, Budi menuturkan bahwa tantangan yang ia temui semasa kuliah cukup berbeda dengan tantangan di dunia pekerjaan. Resiliensi, atau tahan banting dalam dunia perkuliahan bisa jadi menghadapi masalah tugas, hubungan dengan teman dan pacar, serta masalah yang pada umumnya bersifat psikososial. Sementara dalam konteks profesional, resiliensi mengikat kita pada suatu tanggung jawab yang lebih besar dan bisa saja berisiko terhadap kehilangan pekerjaan apabila kita tidak mampu untuk menghadapi tantangan tersebut

. “Pengalaman dalam mengatasi turbulensi merupakan hal yang penting dalam meningkatkan resiliensi kita. Semakin banyak proses yang kita lalui, maka semakin tinggi kemampuan kita untuk tidak mudah goyah ketika berhadapan dengan masalah,” ujar Budi.

Hal demikianlah yang dirasakan oleh Budi saat ini. Dalam kesehariannya, Budi bekerja sebagai seorang Relationship Manager di salah satu bank BUMN di Indonesia. Pekerjaan Budi dituntut untuk berhadapan langsung dengan pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan agar dapat membantu meningkatkan ketahanan para pengusaha UMKM yang bisa berkontribusi terhadap peningkatan standar kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Namun dengan adanya pandemi, Budi terpaksa harus melakukan verifikasi dan analisa terkait usaha-usaha tersebut dengan sistem online. Berbekal dengan pengalaman yang ia dapatkan dari XLFL dalam mengasah kemampuan managing change, Budi dapat menavigasi perubahan baru ini. Menurutnya, resiliensi sangat membantu kita dalam mengembangkan pola pikir yang berfokus pada penyelesaian masalah daripada menyalahkan kondisi eksternal.

Resiliensi sebagai Hak Istimewa

 Pandemi tidak hanya mengubah rutinitas Budi sebagai bankir, tapi sama mengubahnya terhadap para pengusaha UMKM yang sering ia temui. Mulai dari pengusaha yang telah kehilangan pendapatan akibat diberlakukannya PSBB, harga barang yang turun akibat disrupsi rantai pasok sebagai akibat dari pembatasan ekspor dan impor, hingga pengusaha yang harus merugi dalam segi biaya produksi akibat kandasnya barang dagangan mereka di pelabuhan yang sempat tutup. Menurut Budi, banyak pengusaha UMKM di daerah pedesaan masih memiliki model bisnis yang konvensional dan harus gulung tikar dikarenakan mereka belum pernah dihadapkan dengan masalah yang memiliki dampak sebesar pandemi.

Melalui pekerjaannya, ia pun memahami bahwa bagaimana kita menghadapi suatu masalah dan memiliki kekuatan dalam menghadapinya bergantung pada lingkungan kita. Banyak dari pengusaha UMKM yang ia temui tidak sempat mengenyam pendidikan perguruan tinggi dan bergantung terhadap pengalaman langsung dalam berjualan, sementara salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan seseorang yaitu terpaparnya mereka terhadap berbagai informasi alternatif serta dukungan mental dan teknis dari sekitarnya. Banyak dari kita – yang tinggal di kota dan tergolong memiliki privilese dalam mengakses berbagai informasi agar dapat bertahan di masa pandemi – cenderung menerima dengan begitu saja kondisi dari “keberuntungan” yang dapat kita peroleh. Bagi pemukim kota yang kehilangan kehidupan sosialnya merupakan kehilangan sumber pendapatan bagi para pengusaha UMKM di desa.

Berbagi Kembali

Meskipun pemerintah memiliki peran dalam membuat kebijakan yang bisa membangun kembali ketahanan para pengusaha UMKM di daerah kabupaten dan perdesaan di Indonesia, Budi juga percaya bahwa setiap dari kita memiliki peran dalam memperkuat satu sama lain. Contohnya, kita dapat menggerakan aksi galang dana agar bisa membantu para murid sekolah yang tidak dapat membeli gawai, membantu pelaku bisnis industri rumahan dengan pelatihan online marketing, dan banyak lain.

Menurutnya, pandemi mengajarkan kita banyak hal agar bisa bangkit kembali dan beradaptasi terhadap berbagai pantangan di masa depan. Oleh karena itu, ia berpesan agar kita membagikan kekuatan yang kita miliki sebagai bentuk dari usaha pribadi untuk mengimbangi ketimpangan sistemik yang membuat banyak masyarakat tidak seberuntung kita.

 

Oleh Tiara Taufiq – XLFL Awardee Batch 8