Inspirasi Dari Gadis Banyuwangi

Elsa Mayang Sari –  XL Future Leaders Batch 8, Surabaya

Sudah setahun lamanya pandemi Covid-19 melanda negeri kita tercinta, tantangan demi tantangan tanpa disadari telah kita lalui. Namun, dibalik semua hal ini, terdapat sosok Elsa Mayang Sari, salah satu awardee XL Future Leaders yang tergerak untuk membantu mengajar anak-anak di daerah asalnya, Banyuwangi, yang terkendala metode pembelajaran online  selama pandemi ini berlangsung.

Kendala belajar online ini tak hanya terasa bagi anak-anak namun juga bagi orang tua murid. Ada orang tua murid di Kecamatan Giri, kampung halaman Elsa, yang mengeluhkan sulitnya membantu anaknya belajar di rumah. Sedangkan sehari-hari, ia harus bekerja sebagai buruh harian. Ditambah lagi, sang ibu yang hanya lulusan SD, tidak memahami pelajaran sang anak. Sehingga, gadis berusia 21 tahun ini berinisiatif untuk membantu memberikan pengajaran secara gratis kepada 12 anak-anak usia sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMK.

Mengajar anak-anak di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh hutan dan pantai, sungguh memerlukan tenaga ekstra.  Elsa mengatakan, “Technology gap sangat terasa di sini. Anak-anak di Banyuwangi belum terbiasa untuk cari info di Google, memakai learning app, atau bahkan mengoperasikan fitur tertentu di handphonenya. Selain itu, mereka juga nggak terbiasa dengan istilah-istilah yang mungkin sudah biasa bagi anak SD di kota besar. Bahkan, belum semuanya mengerti Bahasa Indonesia dengan baik. Jadi bener-bener harus melakukan pendekatan ke mereka dengan analogi yang lekat dengan lingkungan sekitar sekaligus harus menggunakan bahasa daerah.”

Tantangan rumit lainnya adalah untuk membuat anak-anak tertarik dengan materi pelajaran. Selama ini metode belajar daring hanya dilakukan dengan memberikan tugas secara terus-menerus. Mereka merasa berat untuk mengerjakan tugas dari guru, yang bahkan materinya pun tidak mereka pahami. Terlebih lagi anak-anak juga tidak terbiasa untuk aktif di kelas. Hal ini menyebabkan Elsa harus memutar otak mencari solusi terhadap berbagai masalah tersebut mulai dari memberikan hadiah hingga membuat perumpamaan tanpa menggunakan istilah-istilah yang tidak awam.

Sepak terjang Elsa dalam mengajar tidak membuatnya jenuh dan lelah. Ia merasa senang karena merasa berkomunikasi dengan anak kecil amatlah seru. Canda tawa mereka terasa seperti hiburan dikala kegiatan perkuliahan membuat Elsa lelah.

Momen yang paling Ia kenang selama mengajar yaitu ketika seorang anak didiknya mengatakan “Mbak Elsa, kapan belajar lagi?”. Melihat antusias anak-anak dan terlebih lagi rasa terima kasih orang tua murid, bagi Elsa merupakan penyemangat selama mengajar. Proses mengajar inilah yang membuat Elsa merasa memberikan dampak bagi sekitar. Elsa mengatakan,”Walaupun impact dari kegiatan ini hanya dalam skala kecil, namun aku senang karena ilmu yang aku miliki tidak hanya berhenti di aku.”

Pola pikir yang ingin Elsa tanamkan kepada anak-anak Banyuwangi adalah pendidikan itu bukan hanya belajar di sekolah namun proses untuk belajar seumur hidup. Walaupun mereka memiliki akses dan support system yang terbatas, semoga di kemudian hari semangat mereka untuk belajar tak akan berbatas.

Sangat menginspirasi semangat Elsa dalam membantu kemajuan anak-anak di sekitarnya. Bisa jadi banyak dari kamu juga melakukannya, semangat! Untuk kamu yang belum, ingin mengikuti jejak Elsa dalam membantu orang-orang di sekitar kalian juga?

 

Lolita Agastya

XL Future Leaders Batch 8